Serangan Covid-19: Optimisme di Tengah Turbulensi Ekonomi

Serangan Covid-19: Optimisme di Tengah Turbulensi Ekonomi

Kota Wuhan, salah satu jantung industri raksasa ekonomi Tiongkok itu kini lumpuh total. Sebuah kota yang menjadi cikal-bakal penyebaran wabah Corona atau Covid-19. Hanya berselang beberapa bulan, wabah itu kini menjadi momok menakutkan, menyebar dengan cepat ke berbagai penjuru dunia. 

Dalam waktu hampir tiga bulan, Covid-19 telah menjangkiti sekitar 175 negara yang tersebar di Asia, Eropa dan Afrika. Tak terkecuali di Indonesia, dari total 472.790 kasus, 790 kasus terkomfirmasi di Indonesia dan terhitung dari 2-25 Maret, total kematian mencapi 58 jiwa dan 31 jiwa berhasil disembuhkan. Belum genap satu bulan, pandemi Covid-19 telah “memerahkan”neraca perdagangan negara hingga pada level terparah. 

 

Sebaran Pandemi 

 

Sebelumnya, sebagian kita mungkin boleh bangga,Indonesia dinobatkan sebagai negara maju− terlepas karena politik ekonomi global, persaingan antara Amerika dan China untuk menancapkan hegemoni terhadap perekonomian dunia. 

Kondisi perekonomian Indonesia telah berusaha bangkit dari stagnasinya. Faktor Hubungan bilateral Indonesia yang semakin mesra dengan Tiongkok memberi angin segar bagi pemerintah yang semakin optimis bahwa ekonomi Indonesia akan tumbuh di atas 5,3 persen; dengan ekspor yang semakin membaik dan meningkatnya iklim investasi domestik.

Namun, optimisme itu akan segera sirna. Serangan Covid-19 yang terus menyebar sporadis ke beberapa daerah Indonesia, sejak itu pula mata uang Rupiah terkoreksi dari 14.000-an hingga 16.600 akibat kepanikan di pasar modal. Meskipun terjadi penguatan temporal, rupiah menguat sebesar 1.18% di pasar spot, dengan nilai 16.205 (Blomberg, 26/3). Kondisi ini dapat diartikan bahwa perekonomian Indonesia secara makro masih cukup baik, karena penurunan yang terjadi tidak sampai menggerus aspek fundamental ekonomi.

 

 

Fundamental ekonomi menggambarkan kekuatan sektor riil yang dapat diukur dari pertumbuhan ekonomi (biasanya diukur dari PDB), tingkat inflasi, maupun defisit (anggaran dan anggaran berjalan) dan lainnya yang dijadikan sebagai dasar pengukuran kinerja ekonomi. 

Sebagaimana telah dikemukakan bahwa yang terjadi saat ini, koreksi nilai tukar rupiah (harga rupiah menurun) sebagai efek sentimen pasar modal. Sehingga yang harus dijaga adalah jangan sampai koreksi nilai tukar ini berdampak dan memperlemah nilai fundamental ekonomi. Dengan demikian, salah satu langkah terpenting yang harus dilakukan pemerintah adalah mencegah merebaknya pandemi Covid-19 dengan cepat dan tepat.

Sikap Kita dalam Menghadapi Pandemi 

Ketika kabar pertama wabah itu datang melalui warga yang datang dari luar negeri, isolasi, karantina, pun telah dilakukan. Namun apa yang terjadi, Corona masuk melalui banyak celah menyusup menembus batas protektif yang terlalu lemah. Begitu cepatnya wabah menyebar dan mulai bertransmisi lokal, menjalar melalui jalur darat, laut dan udara ke berbagai wilayah Indonesia. Pemerintah harus segara menangani dengan serius dan memutus mata rantai sebaran COVID-19. Menerapkan strategi offensive sekaligus defensive.

Salah satu langkah strategis yang harus mendapat dukungan penuh dari masyarakat adalah Stay at Home (SaH). SaH harus dimaknai lebih cerdas oleh masyarakat, sebagai bagian terdalam sistem pertahanan (pertahanan akhir) dari social distancing yang harus kita lakukan ketika komunitas luar (kampung, desa) dan terluar (kecamatan, kabupaten, provinsi) tidak mampu bertahan melawan serangan itu. SaH merupakan langkah yang paling konkrit untuk terhindari dari Covid-19 dan meminimalisir biaya penanganan, baik biaya sumberdaya manusia maupun biaya lain yang ditimbulkan, terlebih di tengah keterbatasan pemerintah. Sehingga pemerintah bisa lebih fokus dan giat lagi dalam menangani wabah yang mengerikan ini. Mencegah dan melawan Covid-19.

Penanganan yang baik dan efektif tentu akan mempercepat pemulihan ekonomi Indonesi. Memutus mata rantai sebaran melalui pintu masuk darat, udara dan laut merupakan strategi offensive dan defensive mengingat sebaran Covid-19 adalah melalui media manusia yang terinfeksi dan terkontak fisik dengannya. Lockdown? Inilah pertanyaan yang banyak muncul ditengah masyarakat NTB. Lockdown adalah mengunci seluruh akses potensi masuk dan keluarnya Covid-19 pada suatu daerah. Lalu apakah yang akan terjadi jika NTB lockdown? Maka, berdasarkan tujuannya akan mencegah potensi masuk dan keluarnya wabah. Ini akan mempermudah penanganan. Tapi bagaimana dengan nasib sekitar 5 juta penduduk NTB? Penanganan yang tepat adalah dengan melakukan kontrol terhadap media sebaran, yang paling utama adalah manusia.

Lockdown membutuhkan kajian yang lebih mendalam dan akurat terkait potensi yang akan ditimbulkan, terutama terhadap dampak ekonomi yang ditimbulkan. Kita kembalikan kepada pihak pemerintah untuk mengambil keputusan, tentu dengan berbagai pertimbangan; seperti menjamin ketersediaan rantai pasokan selama masa isolasi regional, stabilitas dan kondusifitas keamanan masyarakat. Dengan demikian, strategi potensial yang bisa dilakukan adalah dengan melakukan semi-lockdown, yaitu control yang ketat terhadap media manusianya.

Penyakit, wabah, Covid-19 dalam perspektif Islam adalah sesuatu yang mendatangkan mudharat, hingga menyebabkan kematian yang harus kita hindari dan menjaga diri darinya. Dalam kaidah fiqh dijelaskan: “mencegah mudharat atau bahaya lebih didahulukan daripada mengambil manfaat”.

Bahkan di dalam (Q.S al-Nahl:106) dijelaskan bahwa seseorang boleh mengaku kafir demi menjaga keselamatan jiwanya. Berbagai langkah pencegahan yang dilakukan dilakukan pemerintah dan ulama melalui fatwa MUI harus kita patuhi dan ta’ati demi kelangsungan hidup kita, keturunan kita dan masa depan bangsa Indonesia. Mencegah Covid-19 sebagai bagian pelaksanaan maqashid syariah

 

Stay at Home and keep your social distancing. Wallahu al-musta’an

 

Artikel ini ditulis oleh: Antoni, Dekan Fakultas Ekonomi Syariah IAI Nurul Hakim